Turunkan Stunting di Angka 14 Persen di 2024, Menteri Suharso Dorong Kerja Sama Lintas Sektoral

JAKARTA – Kementerian PPN/Bappenas dorong semua pihak terlibat aktif dalam upaya menurunkan stunting di tanah air. Presiden Jokowi dalam pidato pembukaan Musrenbangnas RPJMN 2020-2024 di Istana Negara pada Senin (16/12) lalu, menargetkan penurunan stunting lima tahun ke depan di angka 14 persen. "Sebaiknya kita mulai intervensi ibu hamil, bahkan yang belum menikah, agar dia tidak anemia dan terkena penyakit lain. Kita kan mau turunkan angka stunting jadi 14 persen, makanya langsung kita tulis nominal bantuannya saja untuk berapa banyak orang, lihat sebarannya. Bagus sekali kalau kita bisa dapat sebaran per kepala keluarga, sehingga intervensi spesifik dari berbagai kementerian bisa jatuh langsung ke orangnya," ujar Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa saat Rapat dengan Kedeputian Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Kementerian PPN/Bappenas, di Gedung Bappenas, Rabu (18/12).

Menteri Suharso menekankan agar pada setiap proyek intervensi tidak sebatas hanya dikerjakan, tetapi harus dipastikan bahwa program itu telah berjalan sesuai rencana. “Nanti kita agendakan dengan kementerian atau lembaga untuk bertemu bahas program berikutnya. Kalau presiden bilang pekerjaan itu harus selesai, kemudian send, dan deliver, saya tambahin lagi, harus responsif. Kita harus pastikan bantuan telah sampai kepada keluarga yang berhak menerima dan dimanfaatkan langsung oleh anak atau ibu yang bersangkutan sehingga kita mendapat responnya,” kata Menteri Suharso.

Deputi Subandi mengatakan, pada prinsipnya sepakat penurunan stunting pada 2024 dipatok di angka 14 persen. Namun diperlukan kerja sama lintas sektor dengan dukungan berbagai kementerian dan lembaga. Upaya penurunan angka stunting selama ini dilakukan dengan intervensi spesifik, yaitu langsung menyasar anak, terutama anak dalam 1.000 hari pertama kehidupan. Seperti pemberian makanan pendamping ASI, obat atau makanan untuk ibu hamil atau bayi berusia 0-23 bulan.

"Permasalahan stunting di Indonesia terjadi hampir di seluruh wilayah dan kelompok sosial ekonomi. Potensi kerugian ekonomi mencapai 2-3 persen PDB atau Rp 260-390 triliun per tahun. Dampak stunting pada kualitas SDM mengakibatkan gagal tumbuh, seperti berat lahir rendah, stunting, kecil, kurus, hambatan perkembangan kognitif dan motorik, gangguan metabolik saat dewasa, dan resiko penyakit tidak menular seperti diabetes, obesitas, stroke, dan jantung," jelasnya.

Tahun ini, pemerintah terus berusaha menurunkan angka stunting dengan menetapkan 160 kabupaten prioritas. Untuk mencapai target dari Presiden Jokowi, pada 2020 terdapat 260 kabupaten/kota yang ditetapkan sebagai wilayah prioritas penanganan stunting. Selanjutnya pada 2021 ditetapkan 360 kabupaten/kota wilayah prioritas penanganan stunting, serta 514 kabupaten/kota pada 2023 dan 2024. “Ke depan, tantangan dan upaya yang harus dilakukan, harus ada intervensi lintas sektor berupa jaminan asupan gizi ibu hamil dan anak balita, perbaikan pola asuh keluarga, akses terhadap sarana sanitasi dan air bersih, pendidikan anak usia dini, program keluarga harapan, serta pemanfaatan dana desa,” katanya.

Selanjutnya, penguatan regulasi berupa Peraturan Presiden tentang Percepatan Penurunan Stunting, peran lintas sektor pemerintah dan non pemerintah, penguatan koordinasi berupa penguatan peran sekretariat nasional, percepatan perbaikan gizi, skema reward and punishment bagi pemerintah daerah, stunting annual summit, penyusunan target stunting per kabupaten/kota/provinsi, serta sinkronisasi lokus berupa rencana intervensi lokus stunting.