STBM dan Dana Zakat: Instrumen Inovatif Indonesia Menuju Akses Universal Sanitasi 2019

NEW DELHI – “Pemerintah Indonesia berhasil menurunkan Open Defecation Free (ODF) sebesar 1,4 persen per tahun, dari 24,8 persen di tahun 2007 menjadi 10,41 persen di tahun 2017. Indonesia juga berhasil meningkatkan akses sanitasi nasional sebesar dua persen per tahun, dari 58,77 persen di tahun 2007 menjadi 76,92 persen di tahun 2017. Dengan pendekatan nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), Pemerintah Indonesia terus berupaya mendorong perilaku higienis dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat, karena kami melihat pembangunan sanitasi membawa dampak yang sangat besar bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan, serta produktivitas bangsa Indonesia,” jelas Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang P.S. Brodjonegoro dalam sambutannya pada sesi Parallel Thematic Sessions “Sustaining ODF Status” dalam acara Mahatma Gandhi International Sanitation Convention (MGISC), di New Delhi, India, Senin (10/1) pagi. Pertemuan yang diikuti menteri dari 80 negara dan pejabat tinggi India ini bertujuan untuk berbagi pengalaman dan kisah sukses pembangunan sanitasi kepada negara berkembang.

STBM di Indonesia didasarkan pada lima pilar perubahan perilaku sanitasi, yaitu: 1) Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS); 2) cuci tangan dengan menggunakan sabun; 3) pengelolaan air minum dan makanan di rumah tangga; 4) pengelolaan sampah di rumah tangga; serta 5) pengelolaan air limbah domestik di rumah tangga. STBM telah mengakomodasi isu slippage, yaitu kembalinya masyarakat ke perilaku BABS setelah masyarakat di desa/kelurahan mendeklarasikan ODF. Berdasarkan studi UNICEF, tingkat slippage rata-rata adalah sekitar 6 persen. Selain itu, meski pada awalnya dirancang dalam konteks pedesaan, STBM juga disesuaikan dengan kebutuhan perbaikan sanitasi di daerah urban. Sementara itu, untuk mendukung keberlanjutan, STBM juga didorong meningkatkan kualitas sarana sanitasi, utamanya yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat.

“Untuk meningkatkan komitmen pembangunan sanitasi hingga tataran daerah, Pemerintah Indonesia menyinergikan semua upaya pemangku kepentingan, menerapkan layanan sanitasi berkelanjutan, dan mengoptimalkan berbagai sumber pendanaan dalam rangka mencapai 100 persen Akses Universal Sanitasi 2019, sebagaimana target di Rencana Pembangunan Jangka Menegah Nasional (RPJMN) 2015-2019 dan Sustainable Develoment Goals (SDGs),” jelas Menteri Bambang. PertamaDana Alokasi Khusus (DAK) digunakan untuk meningkatkan infrastruktur sanitasi di pedesaan. Skema inovasi daerah ini telah dilakukan Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Kalimantan Selatan, dengan total lebih dari USD 285 juta dan peningkatan rata-rata 10 persen per tahun sejak tahun 2010. KeduaDana Desa digunakan untuk pembangunan sanitasi yang menjadi kewenangan desa, dengan total USD 16,2 miliar (2016-2018). KetigaHibah Sanitasi merupakan bantuan berbasis output dari mitra pembangunan yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk membangun infrastruktur air minum dan sanitasi, dengan total USD 103,1 juta yang telah dikucurkan. KeempatDana Zakat merupakan skema pendanaan alternatif yang berasal dari kelompok masyarakat Islam dalam rangka penyediaan layanan air minum dan sanitasi di Indonesia.

“Sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi dana zakat dengan kontribusi yang sangat besar, sekitar USD 14,5 miliar. Secara optimal, dana zakat ini dapat dikumpulkan dari umat Islam Indonesia yang salah satunya digunakan untuk program pembangunan air minum dan sanitasi. Saat ini, sudah ada empat daerah yang mengimplementasi dana zakat ini, yaitu Nusa Tenggara Barat, Banten, Jawa Tengah, dan Sumatera Selatan, dengan total dana lebih dari USD 88 ribu. Program pembangunan air minum dan sanitasi dengan skema pendanaan Zakat, Infaq, Sedekah, dan Wakaf (ZISWAF) ini diharapkan dapat menjadi showcase untuk menarik pendanaan dari luar negeri sehingga dapat mendukung Indonesia mencapai 100 persen Akses Universal Sanitasi 2019,” pungkas beliau.