Menteri Bambang: Perencanaan Pembangunan Nasional Berkualitas Harus Didukung Informasi Geospasial yang Kredibel dan Akurat

BOGOR – “Untuk perencanaan yang baik kita perlu berbagai macam data, baik statistik, sektoral, dan tentu data dalam bentuk peta. Karena itu, kita terus berkoordinasi dengan Badan Informasi Geospasial (BIG), memastikan apakah peta itu sudah sesuai dengan perencanaan,” ujar Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro saat menghadiri Puncak Peringatan Ulang Tahun Badan Informasi Geospasial (BIG) ke-50, di kantor BIG, Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Kamis (17/10). Menteri Bambang menegaskan dalam konteks desentralisasi, perencanaan harus benar-benar jelas sehingga dukungan data dan informasi geospasial menjadi sangat krusial untuk menunjang pembangunan yang berkualitas. Untuk itu, Menteri Bambang mendorong BIG membuat peta hingga skala tertentu sehingga dapat memudahkan perencanaan pembangunan nasional.

Dalam menyusun perencanaan nasional, Kementerian PPN/Bappenas menggunakan pendekatan Tematik, Holistik, Integratif, dan Spasial (THIS) yang hanya dapat direalisasikan dengan dukungan data dan informasi geospasial yang akurat dan kredibel. Oleh karena itu, BIG semakin berperan sentral dalam pengelolaan negara kepulauan seperti Indonesia yang tidak cukup hanya menggunakan data numerik. Pada pengelolaan sumber daya alam misalnya, penentuan keputusan mengenai skenario pengembangan wilayah harus berdasarkan potensi dan kondisi suatu wilayah, baik secara statistik maupun spasial. “Karakter kewilayahan berbeda akan lebih utuh jika dijelaskan oleh data dan informasi dari geospasial. Pada lokasi di dalam peta yang dikatakan sebagai kawasan konservasi perairan, tentu tidak boleh dilakukan konstruksi yang masif,” kata Menteri Bambang.

Pemanfaatan data dan informasi geospasial juga sangat penting untuk mitigasi dan adaptasi bencana hingga penyusunan tata ruang. Apabila dilakukan overlay peta rawan banjir dan sebaran penduduk, akan diperoleh lokasi dengan tingkat risiko banjir yang tinggi. Dengan demikian, dapat dilakukan rekayasa teknis maupun instrumen pengendalian dan pemanfaatan tata ruang sehingga risiko banjir pada lokasi tersebut dapat diminimalisasi. Peta dasar skala 1:5.000 akan menjadi dasar penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) kawasan rawan gempa, termasuk area calon Ibu Kota Negara dan pemetaan batas daratan dan laut terluar. “Percepatan penyediaan Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1:5.000 menjadi salah satu prioritas nasional dalam rancangan teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024,” kata Menteri Bambang.

Merujuk pada Geospatial Readiness Index 2019, Indonesia menduduki peringat ke-38 secara global dan menempati posisi keempat se-ASEAN. Secara umum, jumlah sumber daya manusia yang memiliki kemampuan untuk mengumpulkan, mengolah data dan informasi geospasial, masih sangat terbatas. Kerja sama penyusunan kurikulum dengan perguruan tinggi yang memiliki studi berkaitan dengan geospasial misalnya, bisa menjadi solusi prospektif untuk menjaring sumber daya manusia. Kerja sama dengan dunia usaha juga dimungkinkan dengan pelaksanaan pelatihan melalui sertifikasi profesi. Menteri Bambang menilai, optimalisasi jaringan informasi geospasial nasional sangat diperlukan sehingga BIG dapat berperan sebagai platform berbagi data antar kementerian/lembaga/daerah, termasuk melakukan penjaminan kualitas data dan clearing house dalam jaringan informasi geospasial nasional. “Harapannya, terjadi perbaikan kualitas dan informasi geospasial yang mengacu pada standar metadata interoperabilitas dan referensi yang sama,” pungkas Menteri Bambang.