Kerja Sama PRK untuk Pemulihan Pasca Pandemi

Kolaborasi dengan berbagai pihak diperlukan untuk membangun kembali ekonomi Indonesia pasca Covid-19. Tidak hanya pemerintah, Pembangunan Rendah Karbon (PRK) dan ekonomi hijau membutuhkan dukungan swasta, akademisi, masyarakat, hingga UMKM yang menopang kebangkitan ekonomi pada masa pandemi. Pemerintah sendiri memiliki peran untuk menciptakan enabling environmentbagi pelaku usaha melalui berbagai kebijakan, stimulus fiskal hijau, dan investasi pada infrastruktur ramah lingkungan. Sementara di sektor bisnis mencakup pengaturan pajak dan subsidi untuk menciptakan lapangan kerja hijau dan diversifikasi ekonomi. “Kita perlu semakin meningkatkan kerja sama multipihak untuk mewujudkan pembangunan lebih baik menuju ekonomi hijau dan rendah karbon,” jelas Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa dalam Peluncuran CoFREE Initiative Kemitraan Multi Pihak dalam Pengembangan dan Penerapan Ekonomi Hijau dan Berkelanjutan untuk Pemulihan Ekonomi Indonesia pasca Covid-19, Selasa (1/12).

PRK merupakan salah satu Program Prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Isu lingkungan hidup, ketahanan bencana, dan perubahan iklim merupakan Prioritas Nasional sebagai upaya mengurangi konsumsi dan produksi emisi yang tinggi dan tidak berkelanjutan. Penggunaan tinggi emisi menyebabkan krisis perubahan iklim dengan dampak turunannya, krisis keragaman hayati, dan krisis polusi dan limbah. Adanya krisis ini pun memperparah dampak pandemi. Pertumbuhan ekonomi Indonesia sendiri mengalami kontraksi akibat pandemi, tercatat penurunan di dua kuartal pada 2020, yakni -5,32 persen pada kuartal II dan -3,49 persen pada kuartal III. Namun Menteri Suharso mengatakan pandemi ini memberikan peluang untuk membangun ekonomi dengan berinvestasi dalam PRK sebagai katalisator pada masa pemulihan. PRK diharapkan dapat memperbaiki kondisi ekonomi bahkan lebih baik dibandingkan sebelum pandemi. “Dengan pola pembangunan business as usual, bumi kini menjadi lebih rentan terhadap berbagai jenis ancaman, termasuk pandemi Covid-19,” ucap Menteri Suharso.

Pembangunan ekonomi hijau dan berkelanjutan memiliki manfaat lebih banyak dibandingkan dengan pembangunan business as usual. Menteri Suharso mengatakan, investasi energi baru dan terbarukan memberikan peluang kerja 2,5 kali lebih besar dibandingkan dengan investasi energi bahan bakar fosil. Tidak hanya itu, investasi USD 1 untuk memulihkan ekosistem dapat menghasilkan USD 9 yang didapat dari jasa ekosistem dan peningkatan mata pencaharian masyarakat. “Berbagai pengalaman dan praktik global telah membuktikan bahwa investasi hijau di masa pemulihan dapat menciptakan leverage ekonomi yang lebih besar dan tentunya memiliki dampak berkelanjutan di masa mendatang,” tutur beliau.