Di COP 28, Bappenas Paparkan Strategi Wujudkan Transformasi Ekonomi Hijau dan PRK

DUBAI – Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian PPN/ Bappenas Vivi Yulaswati membuka sesi diskusi pada Konferensi Iklim COP28 UAE di Paviliun Indonesia dengan menyoroti urgensi transformasi ekonomi hijau yang inklusif untuk mewujudkan Pembangunan Rendah Karbon (PRK). Tema ini sejalan pernyataan Sekretaris Jenderal PBB tentang pemanasan global yang berdampak serius pada peningkatan suhu global sebesar 1,1⁰C dan emisi gas rumah kaca. Deputi Vivi menyatakan perubahan iklim menyebabkan triple planetary crisis: perubahan iklim, peningkatan polusi, dan penurunan keanekaragaman hayati. “Perubahan iklim bukan hanya mengancam kesehatan planet, tetapi juga kesejahteraan masyarakat dan perekonomian. Ini bukan sekadar masalah lingkungan, melainkan persoalan pembangunan yang kompleks dan saling terkait,” ungkap Deputi Vivi pada Seminar Transforming to Inclusive Green Economy Development Framework Towards Net Zero Emissions yang diselenggarakan di Paviliun Indonesia COP28 UAE, Senin (4/12).

Indonesia telah memasukkan PRK dan ketahanan iklim dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045, dan menjadikan penurunan emisi sebagai target konkret pembangunan berkelanjutan. "Saat ini, kami fokus pada ekonomi yang ramah lingkungan. Pertumbuhan ekonomi berkualitas tidak dapat dicapai tanpa menjaga lingkungan. Melalui kebijakan ekonomi hijau, Indonesia diharapkan dapat mencapai rata-rata PDB 6,22 persen hingga 2045, mengurangi emisi setara CO2 86 juta ton, dan menciptakan 1,8 juta lapangan kerja ramah lingkungan,” papar Deputi Vivi

Deputi Vivi menggarisbawahi kebijakan ekonomi hijau bukan hanya tentang mencapai net zero emisi pada 2060, tetapi juga tentang pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, menjadikan Indonesia sebagai negara maju. Deputi Vivi juga mengangkat kembali peran penting Pangan Biru dalam keamanan pangan dan gizi, sekaligus menjadi pijakan mata pencaharian dan budaya masyarakat pesisir dan sungai. “Diperkirakan pada 2050, jumlah penduduk dunia akan meningkat 10 miliar, dan membutuhkan pasokan pangan lebih besar. Berdasarkan analisis World Resources Institute UN, kita membutuhkan tambahan pasokan pangan lebih dari 56 persen. Namun, jika hanya mengandalkan pertanian daratan, lahan dunia sudah terbatas dan tidak mungkin diperluas. Untuk itu, Pangan Biru menjadi solusi masalah ini,” jelas Deputi Vivi dalam Talkshow on Blue Food: Future Food and its Opportunity, Rabu (6/12) di Paviliun Ocean X.

Agenda Biru Nasional adalah salah satu fokus yang sedang diimplementasikan Indonesia saat ini. Diharapkan, agenda yang juga merupakan bagian target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024 ini tidak hanya dapat menjadi contoh kegiatan untuk semua negara di dunia dalam menangani sektor maritim dengan melibatkan banyak pihak, namun juga solusi untuk mengatasi masalah pengelolaan sumber daya laut secara berkelanjutan. Sebagai langkah awal pengembangan dan transformasi sistem pangan akuatik, Kementerian PPN/ Bappenas akan melaksanakan Penilaian Status Pangan Akuatik (Blue Food Assessment) tingkat Nasional bersama mitra pembangunan. Penilaian ini merupakan tindak lanjut dari peluncuran Peta Jalan Ekonomi Biru Indonesia serta diharapkan dapat memberikan muatan substantif dalam pengembangan sistem pangan nasional dalam penyusunan RPJMN 2025-2029. Hal ini akan menjadi suatu tahapan untuk mendorong Transformasi Biru Indonesia untuk memperkuat kebijakan pangan, menciptakan solusi yang implementatif, dan memperkuat kolaborasi aktif beragam pihak.