Berdayakan Masyarakat Desa untuk Tekan Kasus Tuberkulosis

Upaya menurunkan jumlah kasus Tuberkulosis (TB) membutuhkan peran dari berbagai pihak. Tidak hanya peran pemerintah pusat, jumlah penderita TB di Indonesia yang masih tinggi ini juga membutuhkan dukungan pemerintah desa untuk mempercepat penurunan jumlah kasus TB. Hingga saat ini jumlah penderita TB tercacat sebanyak 314 per 100 ribu penduduk. Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Kementerian PPN/Bappenas Pungkas Bahjuri Ali mengatakan peran dari masyarakat desa penting untuk mencapai target penurunan TB sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2020–2024. “Tantangan yang dimiliki ini sangat berat. Di 2024 kita menargetkan kasus TB menjadi 190, kalau masih melakukan business as usual, jumlah penderita diprediksi sebanyak 289. Ini target yang cukup ambisius,” ucap Pungkas pada Video Conference Peran Desa dalam Penanggulangan Tuberculosis, Kamis (2/7).

Pungkas mengatakan, fungsi aparat dan kader di desa penting untuk meningkatkan peranan masyarakat dalam mengurangi penderita TB. Perluasan cakupan imunisasi menjadi salah satu cara pengendalian TB di desa. Tidak hanya itu,  keterlibatan masyarakat dalam mencegah dan mendeteksi kasus TB juga diperlukan. Dalam hal ini, masyarakat desa perlu mendapatkan dukungan dari pemerintah. “Peran masyarakat sangat penting dan harus difasilitasi. Dukungan peran desa ini dimulai dari biaya dan guideline,” ucap Pungkas.

Untuk meningkatkan peran desa dibutuhkan dukungan dari bupati dan walikota sebagai pemerintah daerah yang memahami kondisi wilayahnya masing-masing. Peran pemerintah daerah ini bertujuan untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakat desa dalam melawan TB. Di sisi lain, pemerintah pusat juga perlu memberikan dukungan dari sisi guideline dan pembiayaan untuk mempercepat peran masyarakat. Bahkan menurut Pungkas, perlu adanya regulasi mengenai tata kelola peran desa sebagai aturan yang berlaku di tingkat nasional.

Dalam RPJMN 2020–2024, terdapat beberapa fokus menurunkan jumlah kasus TB. Fokus pertama, pencegahan dan pengendalian faktor risiko penyakit. Pungkas mengatakan aksi mencegah lebih diutamakan untuk menangani TB. Fokus kedua, penguatan health security yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas deteksi. Terlebih masa inkubasi TB yang cukup lama dapat membuat penderita tidak sadar telah terjangkit dan berisiko menulari ke kerabat dekatnya. Fokus ketiga, tata laksana penanganan penyakit dan fokus berikutnya yaitu dengan pengendalian resistensi anti mikroba untuk menghadapi penyakit di masa depan. “Fokus yang terakhir adalah pemberdayaan masyarakat, karena ini adalah hal yang penting dan menjadi bagian dari reformasi kesehatan,” pungkasnya.