Bappenas Mendapat Kesempatan Untuk Menghadiri Rapat Tahunan Tentang “Big Data for Development and Humanitarian Action: Towards Responsible Governance”

Bappenas mendapat kesempatan untuk menghadiri rapat tahunan tentang “Big Data for Development and Humanitarian Action: Towards Responsible Governance” yang diselenggarakan oleh UN Global Pulse bekerjasama dengan Universitas Leiden di The Hague, Netherlands, Tanggal  23-24 October 2015. Beberapa pelajaran yang dapat dikutip dalam pertemuan selama dua hari tersebut antara lain:

1. UN Global Pulse Privacy Advisory Group (PAG) terdiri dari sekelompok ahli (24 orang tenaga ahli) dari beragam latar belakang profesi dan berasal dari sektor publik, swasta, akademisi serta masyarakat sipil.

Aksi PAG ini ditujukan sebagai forum melakukan dialog secara berkelanjutan terkait perlindungan dan kerahasiaan data untuk menggali preseden, praktik yang baik dan memperkuat pemahaman para pihak terhadap perlindungan dan kerahasiaan data yang bersumber dari “Big Data”, agar dapat berkontribusi untuk pembangunan berkelanjutan dan aksi kemanusiaan.

Posisi UN Global Pulse dalam hal ini sangat menghargai kerahasiaan data individu dan memberikan perlindungan terhadap kerahasiaan data individu yang menjadi landasan bekerja di UN Global Pulse. Dalam konsultasi dengan ahli kerahasiaan data, UN Global Pulse mengembangkan satu set prinsip kerahasiaan data.

Prinsip-prinsip kerahasiaan data yang bersumber dari “Big Data” mendesak untuk dikembangkan, mengingat ketersediaan data statistik terhadap ukuran sasaran global yang baru atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) semakin tidak mudah diperoleh. Untuk itu, diperlukan cara-cara baru yang lebih cerdas dalam mengukur SDGs dengan berbagai tantangannya melalui pemanfaatan “Big Data”, termasuk penangangan masalah etika. Pertanyaannya adalah apa risiko yang akan dihadapi terkait dengan penggunaan “Big Data” dan data inovasi? apakah data yang bersumber dari “Big Data” dapat diterima? Apakah kita mampu mencari alternatif lain jika manfaat dari “Big Data” lebih besar daripada risiko untuk pengembangan aksi kemanusiaan?

Sumber data yang berasal dari “Big Data” merupakan salah satu alternatif sumber daya baru dengan berbagai potensinya untuk merevolusi pengembangan praktek kemanusiaan. Kekhawatiran terkait kerahasiaan dan perlindungan data merupakan tantangan yang muncul untuk memanfaatkan “Big Data” bagi kepentingan publik. Dengan demikian, sangat penting bagi UN, Pemerintah dan Masyarakat Sipil untuk mengatasi risiko kerahasiaan data tersebut. Beberapa isyu resiko kerahasiaan data khususnya terkait data yang bersumber dari mobile data antara lain kemungkinan dilakukannya re-identifikasi kembali terhadap data yang telah dirubah dalam bentuk anonymous (data yang telah dirubah identitas individu menjadi tanpa identitas), belum adanya kode etik pertanggungjawaban pengelolaan data atau adanya kekhawatiran akan tersebarnya substansi informasi dari mobile data.

2. Pertemuan tersebut dihadiri oleh 19 dari 24 anggota PAG serta 5 perwakilan dari Indonesia yaitu: Rudy Prawiradinata, Staf Ahli Menteri PPN Bidang Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan; Suharmen, Kepala Pusat Data, Bappenas; Rony Mamur Bishry, Perwakilan, BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia); Muhammad Imam Nashiruddin, Perwakilan, BRTI; dan Prof. Sinta Dewi Rosadi, Profesor Hukum, Universitas Padjadjaran.

Pertemuan di The Hague Belanda adalah pertemuan pertama secara langsung bagi anggota PAG yang sebelumnya hanya mengadakan pertemuan melalui webinar (internet). Bagi peserta pertemuan, ini adalah suatu kebanggaan dapat berdiskusi secara langsung dengan para ahli kerahasiaan data dari berbagai perusahaan telekomunikasi dunia seperti Telefonica, BBVA, Orange, MSFT, Master Card, Palang Merah, Belanda DPA, NZ DPA, Supervisor Perlindungan Data Eropa, UN-OCHA, UNHCR, WFP, ITU dan lain-lain yang berpartisipasi dalam sesi kelompok diskusi semi-terbuka pada 23 Oktober 2015 serta sidang pleno yang berlangsung pada tanggal 24 Oktober dengan dihadiri lebih dari 100 peserta.

Ide utama pertemuan PAG adalah membantu mengkatalisis ekosistem “Big Data” untuk pengembangan dan tindakan kemanusiaan dan memastikan semua data yang dikelola harus dapat dipertanggungjawabkan. Privacy by Design adalah pendekatan yang digunakan oleh UN Global Pulse untuk melindungi kerahasiaan data dengan memasukkan ke dalam praktek organisasi, teknologi dan kontrol administratif serta fisik.

Privacy Impact Assessment (PIA) adalah alat yang digunakan UN Global Pulse untuk menilai risiko, memahami utilitas, tujuan dan penggunaan proporsional dari “Big Data” ketika mengevaluasi sebuah proyek potensial dalam perkembangan global atau konteks kemanusiaan. Kondisi ini diperlukan karena dapat menimbulkan tidak hanya masalah hukum terkait dengan kerahasiaan data tetapi juga mengintegrasikan pertimbangan teknis, teknik dan perspektif kebijakan. Alat PIA ini diusulkan UN Global Pulse untuk dikembangkan dalam menilai risiko kerahasiaan data yang diperkirakan akan merugikan penerima manfaat dari aplikasi “Big Data”, khususnya dalam konteks kemanusiaan dan pembangunan. Tujuan akhir yang diharapkan dari penggunaan alat ini adalah untuk menjadi model yang dapat digunakan tidak hanya oleh Pulse Labs, tetapi juga bagi publik dan berbagi dengan badan-badan PBB lainnya, peneliti dan stakeholder sektor publik. Para anggota PAG memberikan kontribusi untuk pengujian alat PIA yang wajib diselesaikan oleh semua Pulse Lab sebelum memulai proyek penelitian.

Sabtu tanggal 24 Oktober 2015, terjadi diskusi yang intens di Istana Perdamaian (Peace Palace), di mana anggota PAG membahas dampak kerahasiaan data dan perlindungan pada penggunaan “Big Data” untuk pembangunan dan aksi kemanusiaan. Para peserta diberi tiga studi kasus dari UN Global Pulse yaitu penggunaan data sosial media (twitter), penggunaan data mobile phone (Call Detail Recoard) dan data percakapan radio. Berdasarkan tiga studi kasus tersebut, para peserta diminta untuk menguji alat PIA pada setiap studi kasus serta memberikan rekomendasi. Setiap peserta dari masing-masing kelompok didorong untuk mempertimbangkan contoh yang konkrit baik melalui penggunaan data pribadi serta mengeksplorasi pertanyaan yang berhubungan dengan kemungkinan re-diidentifikasi data pribadi dan data agregat. Hasil diskusi dari setiap kelompok dikumpulkan dan disebarluaskan oleh penyelenggara kepada semua peserta. Selanjutnya diminta tanggapan dan masukan dari para ahli terhadap dokumen PIA, kesimpulannya dokumen PIA perlu direvisi. Beberapa pertanyaan yang muncul dalam diskusi antara lain: apakah perlu melakukan review kode etika terhadap proyek-proyek Global Pulse? apakah perlu penilaian akan bahaya re-identifikasi risiko? perlindungan apa yang mengandung risiko dan potensi bahaya jika dilakukan re-identifikasi?

3. Perspektif Indonesia

  • Posisi kehadiran Indonesia dalam pertemuan PAG adalah sebagai pengamat tetapi diminta ikut berkontribusi dalam diskusi kelompok semi-terbuka terkait kerahasiaan data berdasarkan pengalaman praktis Indonesia dalam pengelolaan Pulse Lab Jakarta (PLJ).
  • Pengelolaan kegiatan PLJ dalam pengembangan ekosistem “Big Data” telah sejalan dengan  arah pengembangan ekosistem UN Global Pulse. Para peserta sependapat bahwa penggunaan data yang bersumber “Big Data” sangat relevan dan menarik untuk datapembangunan dan kemanusiaan. Untuk itu perlu melihat kembali rancangan undang-undang kerahasiaan data dengan mempertimbangkan ketentuan penggunaan data untuk tujuan kemanusiaan dan penelitian dari aturan perlindungan kerahasiaan .