Banyak Aturan Tumpang Tindih, Menteri Suharso Sepakat Omnibus Law sebagai Solusi Indonesia Lepas dari Middle Income Trap

JAKARTA-Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan masih banyak peraturan perundangan-undangan yang tumpah tindih, bersifat sebagai pelengkap, dan tidak terkoneksi dengan peraturan perundang-undangan sebelumnya.“ Banyak peraturan perundang-undangan yang membutuhkan revisi, mungkin tidak semua (isi) direvisi, hanya sebagian saja. Misalnya, pada bab-bab di dalam undang-undang, yaitu per item dan tematik. Terkadang, undang-undang tersebut bertumpukan atau saling menihilkan satu dengan lainnya. Oleh karena itu, muncul kebutuhan apa yang disebut dengan Omnibus Law atau konsep hukum perundang-undangan,” ujar Menteri Suharso saat Rapat Kerja dengan Badan Legislatif DPR RI, Rabu (13/11), yangdipimpin Ketua Badan Legislatif DPRRI Supratman Andi Agtas.

Menteri Suharso menjelaskan, Omnibus Law merupakan peraturan untuk sinkronisasi peraturan-peraturan terkait satu hal yang sama dan untuk memberikan peluang agar tidak semua peraturan perundang-undangan direvisi sehingga dapat lebih cepat, efektif, dan efisien. Dengan peraturan perundang-undangan yang inline, pemerintah dapat bahu-membahu menggenjot pertumbuhan ekonomi dan keluar dari jebakan middle income trap. “Pengalaman beberapa negara, termasuk Amerika Serikat, merupakan yang paling populer akhir-akhir ini yang dilakukan oleh Donald Trump (Presiden AS). Kita tentu tidak akan meniru semuanya, setidaknya kita bisa mengikutinya sebagai benchmark atau best practice dalam rangka penyusunan Omnibus Law ini. Selanjutnya, kita bisa mengambil peluang-peluang itu dan menjadikannya contoh. Kita sudah 30 tahun dalam posisi lower middle income. Kita berharap bisa lepas dari middle income trap. Untuk itu, diperlukan usaha yang luar biasa untuk mewujudkan itu, salah satunya dengan Omnibus Law,” ujar Menteri Suharso.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengatakan bahwa Omnibus Law merupakan keinginan Presiden RI Joko Widodo untuk mempermudah arus investasi masuk ke Indonesia. Saat ini, investasi terhambat akibat banyaknyaperaturan yang tumpang tindih.“ Mengapa perlu Omnibus Law? Yang selalu dikaitkan adalah soal hambatan investasi, jalannya penegakan hukum. Sesudah kita teliti, ternyata ada tiga hal yang menjadi masalahnya. Pertama, soal substansi aturan hukum atau legal substance. Kedua adalah legal structure, dan yang ketiga legal culture,” kata Menko Mahfud.Lebih lanjut, beliau menilai untuk tahap pertama sudah dikerjakan secara sungguh-sungguh, tetapi tentu tidak akan berhenti sampai di situ. Dalam lima tahun ke depan, undang-undang yang saling bertentangan harus disinkronkan. Dari sisi substansi umumnya tidak diubah, tetapi pintu-pintu yang berkaitan akan dibuat dengan Omnibus Law.

Sementar aitu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan menjelaskan awal mula urgensi munculnya Omnibus Law,yakni ketika bertemu dengan Mahfud MD empat tahun lalu untuk membahas tentang susahnya perizinan di Indonesia yang disebabkan tumpang tindihnya peraturan antara satu kementerian dengan kementerian lain. “Hasil dari diskusi itu, maka muncul istilah Omnibus Law ini dari Pak Mahfud, sebagai solusi untuk menanggulangi persoalan ini,” pungkas Menko Luhut di rapat yang dihadiri 35 anggota DPR RI dari sembilan fraksi tersebut.