Bappenas Susun Peta Jalan Pengelolaan Lahan Basah untuk Ekosistem Mangrove dan Gambut

 

Peta jalan tersebut akan berfungsi sebagai panduan pengelolaan lahan basah (mangrove dan gambut) dalam rangka mendukung target pengurangan emisi gas rumah kaca serta pencapaian TPB/SDGs dan PRK pada 2030 mendatang. “Peta Jalan Pengelolaan Lahan Basah ini sebagai salah satu instrumen pendukung pilar penting pencapaian Visi Indonesia 2045, yakni Pilar Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan. Manfaat multiguna dari ekosistem mangrove dan gambut berpotensi besar mendukung sejumlah aspek di dalam pilar ini, seperti pertumbuhan ekonomi, ekonomi kreatif, pariwisata, maritim, ketahanan pangan, air, dan lingkungan. Oleh karena itu, Peta Jalan Pengelolaan Lahan Basah juga akan disusun sebagai panduan jangka panjang untuk mendukung pencapaian visi tersebut,” ungkap Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian PPN/Bappenas Arifin Rudiyanto. 

Penyusunan dan implementasi peta jalan ini akan dikawal tiga Kelompok Kerja (Pokja) dalam Tim Koordinasi Strategis yang terdiri atas Pokja Perencanaan dan Anggaran, Pokja Sinkronisasi Kebijakan Multi-Pihak, Data, dan Informasi Pendukung, serta Pokja Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan. Penyusunan peta jalan tersebut akan bekerja sama dan berkonsultasi dengan sejumlah kementerian/lembaga yang telah memiliki strategi, rencana pengelolaan, dan data-data terkait ekosistem mangrove dan gambut seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Badan Restorasi Gambut dan Mangrove, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Kementerian Pertanian. Sebagai ekosistem kaya karbon yang menyimpan dan menyerap karbon jauh lebih banyak dibanding hutan tropis, mangrove dan gambut merupakan salah satu solusi berbasis alam bagi pembangunan berkelanjutan. Mangrove dan gambut juga memberikan manfaat bagi ekonomi, lingkungan, dan sosial, termasuk mendukung upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Pelestarian dan pengelolaan mangrove dan gambut yang tepat dapat mendukung target pengurangan emisi sekaligus mencegah pelepasan emisi yang tersimpan pada kedua ekosistem tersebut. 

Deputi Arifin menegaskan Tim Koordinasi Strategis Pengelolaan Lahan Basah bersifat komplementer dan mendukung sejumlah inisiatif serta strategi terkait mangrove dan gambut yang sudah ada di Indonesia. Kerja sama, koordinasi, dan komitmen para pihak terkait sangat penting agar Peta Jalan Pengelolaan Lahan Basah dapat berkontribusi terhadap sejumlah target pembangunan berkelanjutan pada 2030. “Tahun 2030 merupakan momentum penting untuk kita semua melaporkan capaian atas sejumlah komitmen Indonesia kepada masyarakat global. Dalam upaya mencapai TPB/SDGs dan implementasi PRK, langkah untuk menjaga stok karbon dan meningkatkan serapan karbon dalam satu dekade ke depan sangat penting untuk pencapaian komitmen negara demi menjaga kepercayaan dunia dan keberlangsungan dukungan global terhadap inisiatif-inisiatif pembangunan ke depan,” pungkas Deputi Arifin.