Prinsip Keberlanjutan dan Keadilan untuk Kemaritiman dalam RPJPN 2025-2045

JAKARTA – Sebagai upaya memastikan rencana pembangunan sektor maritim yang berkelanjutan, Kementerian PPN/Bappenas bersama Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, serta Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) menggelar Seminar Penguatan Tata Kelola Kelautan Berkelanjutan dan Berkeadilan dalam Rencana Pembangunan Nasional, Selasa (8/8). Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan, seminar bertujuan untuk menekankan pentingnya ekonomi biru agar prinsip berkelanjutan semakin mendominasi di setiap rancangan rencana pembangunan Indonesia ke depan. “Jadi state of mind kita harus berbeda. Jangan dilihat pulau-pulau itu dipisahkan oleh lautan, tetapi kita memiliki lautan yang luas dan di dalamnya ada pulau. Mengoptimalkan ekonomi biru menjadi bagian dalam transformasi ekonomi, salah satunya dengan mencari sumber pertumbuhan ekonomi baru,” ujar Menteri Suharso dalam sambutannya.

Sektor maritim berperan penting dalam mencapai Visi Indonesia Emas 2045, yaitu Negara Nusantara Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045, pembangunan sektor maritim diharapkan tidak hanya mencakup penguatan keamanan laut saja, tetapi juga menerapkan ekonomi kelautan berkelanjutan. Selain fokus pada pemanfaatan sektor maritim untuk meningkatkan kontribusi moneter, RPJPN 2025-2045 juga perlu memperhatikan keberlanjutan sumber daya kelautan. “Pembangunan maritim menjadi prioritas pembangunan di masa depan. Saat ini, Indonesia sudah dalam jalan panjang untuk membangun ekonomi maritim yang pesat, memiliki kekuatan maritim yang kokoh, dan peradaban maritim yang kuat,” jelas Menteri Suharso.

Pelaksanaan pembangunan ekonomi kelautan memerlukan kolaborasi bersama seluruh pemangku kepentingan. “Untuk mendorong pembangunan berkelanjutan dalam ekonomi biru, sangat penting untuk memperkuat kapasitas negara dalam pengelolaan, pemanfaatan, dan inovasi sumber daya berbasis laut yang berkelanjutan melalui ilmu pengetahuan, teknologi, dan digital transformasi seperti yang tercantum dalam National Blue Agenda Actions Partnership (NBAAP). Melalui kelompok kerja Blue Innovation, NBAAP meningkatkan kapasitas, mempromosikan inovasi, dan memastikan inklusivitas gender dalam industri berbasis laut, dengan fokus pada mata pencaharian, pekerjaan, pendidikan, dan partisipasi yang adil bagi semua pemangku kepentingan untuk mempertahankan persyaratan pembangunan ekonomi biru,” tutur Plt. Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Mochammad Firman Hidayat.

Selain aspek keberlanjutan, pembangunan ekonomi kelautan juga harus memperhatikan aspek keadilan, sehingga dapat merangkul semua kepentingan masyarakat, utamanya mereka yang bergantung pada sumber daya kelautan untuk keberlangsungan hidup. Terdapat sepuluh bentuk ketidakadilan yang dapat terjadi apabila ekonomi biru tidak memperhatikan keadilan laut, yang kemudian dikelompokkan ke dalam tiga kategori utama. Pertama, akses tenurial, hak lingkungan, dan akses pemanfaatan sumber daya laut. Kedua, akses distribusi manfaat, terutama bagi kelompok marginal, termasuk perempuan dan masyarakat adat. Ketiga, akses ke partisipasi penuh masyarakat, yang sering kali terwujud dalam kurangnya keterlibatan masyarakat selama proses pengambilan keputusan strategis dan tata kelola.

Untuk itu, sangat penting untuk memasukkan konsep kelautan berkelanjutan dan berkeadilan ke dalam berbagai kebijakan dan perencanaan pembangunan khususnya terkait pengelolaan sumber daya laut. “RPJPN 2025-2045 dan RPJMN 2025-2029 perlu memberikan definisi atas konsep ekonomi biru yang mengadopsi konsep strong sustainability dengan memprioritaskan konsep keadilan laut. Target-target dalam RPJMN juga perlu merefleksikan tiga prinsip utama ekonomi kelautan berkelanjutan, yaitu perlindungan efektif, pemanfaatan berkelanjutan, dan kesejahteraan yang berkeadilan,” tutup CEO IOJI Mas Achmad Santosa.