Ketahanan Pangan dan Logistik, Industri dan Infrastruktur serta Transformasi untuk Pencapaian SDGs

JAKARTA –  Pembangunan pangan telah mencapai beberapa catatan yang baik, seperti produksi bahan pangan strategis (padi, jagung dan kedelai) yang cenderung meningkat dan produktivitas yang relatif tinggi. Tetapi, faktanya ketahanan pangan masih menjadi isu serius yang dihadapi pemerintah, terutama berkaitan dengan gizi masyarakat. Hal ini disampaikan Menteri PPN/Kepala Bappenas dalam forum BUMN 2016 “2 Tahun Mewujudkan Nawacita”, di Dharmawangsa, pada Kamis (3/11).

“Indonesia sedang menghadapi masalah serius, yaitu double-burden of malnutrition dimana sepertiga balita di Indonesia kekurangan gizi yang berdampak pada tingginya kasus stunting pada balita. Di lain pihak, sekitar 11,9% balita menghadapi kasus obesitas. Konsumsi kalori dan protein masyarakat Indonesia juga masih di bawah rata-rata, padahal pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi akan menentukan kualitas SDM Indonesia ke depan,” ujar Menteri Bambang.

Permasalahan-permasalahan tersebut yang kemudian membuat Indonesia akan menghadapi tantangan pembangunan pangan yang semakin tinggi, baik dalam aspek permintaan pangan dan aspek produksi pangan.

Pada aspek permintaan pangan, proporsi konsumsi non-sereal (protein, lemak dan vitamin) akan meningkat. Konsumsi protein hewani 58% akan dipenuhi dari ikan. Sedangkan pada aspek produksi, dihadapkan pada penurunan luas lahan pangan yang masih sulit dikendalikan serta wilayah pengelolaan perikanan belum dapat diatur secara efektif.

“Pemerintah terus menggali potensi dalam meningkatkan produktivitas komoditas pangan. Pengembangan industri olahan perikanan dihadapkan pada belum terbentuknya sistem logistik dan distribusi ikan yang efektif, padahal disisi lain konsumsi produk olahan semakin diminati oleh konsumen,” ungkap beliau.

Ketahanan pangan yang merata antar wilayah dan antar waktu akan sulit diwujudkan tanpa dukungan logistik yang memadai. Dalam hal ini membutuhkan kerjasama yang erat dari para stakeholders, terutama BUMN yang bergerak di bidang logistik.

 “Peran logistik dalam mewujudkan ketahanan pangan, paling tidak terlihat dari masih kerapnya terjadi volatilitas harga pangan strategis akibat logistik yang tidak memadai. Contohnya, gejolak harga daging sapi yang terjadi beberapa waktu lalu serta minimnya logistik yang memadai pada wilayah-wilayah rawan pangan yang umum terjadi di kawasan di Indonesia bagian Timur,”  tutur beliau.

Sistem logistik yang terintegrasi dengan konektivitas dan sistem tol laut dapat mendukung peningkatan ketahanan pangan yang lebih merata di wilayah-wilayah Indonesia dan kemampuan daerah dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat.

“Sebagai salah satu konsep yang ingin kita tawarkan yaitu dalam rangka menurunkan biaya input produksi dan bahan pangan kami mengusulkan adanya perubahan rute pelayaran, seperti rute dari Surabaya menuju Sorong menjadi Surabaya menuju Sorong melalui Makassar, hal ini akan menghemat biaya dua juta rupiah per TEU,” terang beliau.

Menteri Bambang berharap dengan adanya forum ini, BUMN yang terkait dengan sistem logistik dapat memberi perhatian terhadap upaya-upaya Pemerintah untuk mewujudkan ketahanan pangan yang merata di tanah air.