Tingkatkan EoDB Indonesia, Menteri Suharso Dorong Proses Perizinan Usaha Cukup 1-2 Menit

JAKARTA – Menurut Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa, berkaca pada pengalaman selama ini, perizinan di bidang investasi kerap terlambat dibandingkan negara-negara lain, sehingga membuat angka kemudahan berinvestasi di Indonesia cukup tertinggal dibandingkan negara-negara lain. “Kita harus melihat pengalaman negara lain. Seperti Bapak Presiden katakan, semua boleh kecuali jenis usaha yang dilarang. Kita lihat paling dikhawatirkan itu kan perizinan, ancamannya itu ada beberapa, pidanakan. Bagaimana kalau itu diubah perdata, atau administrasi saja dan seterusnya, kecuali mereka usaha jualan beras palsu, membunuh orang, itu mungkin berbeda. Tapi kalau cuma kesalahan yang sifatnya transaksi bisnis yang biasa, umum, harusnya bisa dilakukan perubahan,” ujar Menteri Suharso dalam sambutannya dalam Seminar Penyempurnaan Hukum Ekonomi untuk Mendukung Kemudahan Berusaha, di Gedung Bappenas, Kamis (19/12).

Selama ini kemudahan untuk berusaha masih dikeluhkan dari sisi pengurusan perizinan. Untuk itu, Menteri Suharso mendorong proses perizinan usaha dipermudah alias tidak berbelit-belit. Apalagi ada unsur kesengajaan untuk mempersulit investor.  “Kalau bisa orang cuma dalam waktu 1 menit, 2 menit, itu selesai. Hitungannya hari sudah terlalu lama sekarang. Apalagi kalau investasi, kalau datang langsung silakan. Investasi harus dilihat jika datang menciptakan lapangan di dalam negeri,” ungkap Kepala Bappenas. Berkaca pada sulitnya perizinan, terlebih di bidang investasi, membuat Indonesia tertinggal dalam kemudahan berinvestasi. Hal itu terlihat dari indeks kemudahan berbisnis (Ease of Doing Business/EoDB) yang dirilis Bank Dunia, yaitu Indonesia memperoleh nilai 69,6 dari 100 dan menempati peringkat ke-73 dari 190 negara. Peringkat tersebut tidak berubah dibandingkan perolehan pada 2019, meski dari perolehan nilai meningkat 1,64 poin.

Indonesia juga tercatat berada di posisi kelima terendah di ASEAN dalam EoDB 2020. Di ASEAN, hanya tiga negara yang masuk dalam peringkat 25 terbesar untuk kemudahan berbisnis. Negara tersebut adalah Singapura yang berada di peringkat kedua dengan skor 86,2, Malaysia di peringkat 12 dengan skor 81,5, dan Thailand di peringkat 21 dengan skor 80,1. Menteri Suharso menambahkan pemerintah saat ini sedang mempersiapkan model perizinan dengan mekanisme digital. Namun persiapannya membutuhkan waktu dan harus bertahap. Saat ini masih perlu diatur kementerian atau lembaga mana yang bertanggung jawab mengenai jaringan atau teknologi cloud dan artificial intelligence yang akan digunakan negara.

"Memang ada proses, terutama perubahan e-Birokrasi. tahap berikutnya mengubah dari analog ke digital, saya kira itu ada prosesnya. Cuma, kita lagi berpikir siapa pemangkunya, leading sector-nya. Perizinan kan sudah jelas, kalau bicara soal digital dalam pengertian transformasi digital, kita masih melakukannya sendiri-sendiri. Kita lagi pikirkan apakah semua dilakukan Bappenas. Kalau sekarang kita harapkan semua bisa di Badan Koordinasi Penanaman Modal untuk investasi, baik dalam negeri atau pun luar, tapi teknologinya masih diatur," beber Menteri Suharso.