Menteri Bappenas: Pembangunan MRT Bukan untuk Gagah-Gagahan tapi Titik Awal Mengurai dan Mengurangi Kemacetan

Jakarta (20/03– Pembangunan MRT di Jakarta bukan untuk gagah-gagahan atau tidak sekadar membuat Jakarta sejajar dengan kota-kota besar lainnya di dunia. Namun yang lebih penting dari itu, pembangunan MRT merupakan titik awal dari upaya pemerintah yang secara serius mengurai dan mengurangi kemacetan di Jakarta sebagai salah satu kota termacet di dunia. Demikian dikatakan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro saat melakukan peninjauan pembangunan Proyek MRT, di Stasiun 13 yang berada di kawasan Bunderan HI Jalan Sudirman, Senin sore (20/03).

Saat kunjungan, Menteri Bambang didampingi Sekretaris Kementerian PPN/Sekretaris Utama Bappenas Imron Bulkin, para Deputi Bappenas,  Direktur Utama PT MRT Jakarta, William P Sabandar, serta Direksi  PT MRT Jakarta lainnya.    

Lebih lanjut Bambang mengatakan, sebenarnya solusi untuk mengatasi kemacetan itu banyak alternatifnya. Namun yang paling penting adalah perbaikan sistem transportasi massal. Pembangunan MRT, kata Bambang,  menjadi bagian dari upaya memperbaiki sistem transportasi massal. Bambang berharap, jika pembangunan MRT sudah rampung, warga Jakarta turut mendukung dengan cara meninggalkan kendaraaan pribadi dan beralih ke transportasi massal sehingga dapat mengurangi kemacetan dan dan menjadikan kegiatan aktivitas sehari-hari lebih produktif dan lebih efisien. Bagi Bambang, keberadaan MRT tidak sekadar alat transportasi, tapi juga sarana pendorong pengembangan dan aktivitas ekonomi di Jakarta lantaran nanti di stasiun-stasiun MRT bisa dikembangkan sebagai pusat bisnis dan perbelanjaan.  

Menurut Bambang, banyak yang berpendapat, di sebagian besar kota-kota di dunia, pengoperasian MRT termasuk pembangunannya, memang harus mendapat dukungan penuh  pemerintah. Artinya, pemerintah selalu mengambil porsi terbesar untuk mengalokasikan anggaran, apakah itu dari anggaran internal maupun mengusahakannya dari pinjaman-pinjaman. Salah satu best practice pengelolaan MRT yang bisa dijadikan benchmark, kata Bambang, adalah Hong Kong. Pengelolaan dan pengembangan MRT di Hong Kong bisa dibiayai oleh kegiatan MRT sendiri dengan cara menggandeng para pemilik properti di seputar rel melalui konsep transit oriented development (TOD). Setiap stasiun MRT di Hong Kong,  tidak hanya mengakomodir pusat perbelanjaan,  tapi juga dibangun properti seperti perumahan, baik perumahan kelas menengah, kelas atas, maupun bentuk-bentuk properti seperti low cost housing yang bisa mendatangkan pemasukan. Dari pemasukan itulah MRT Hong Kong membiayai kegiatan operasionalnya sendiri. “Bahkan laporan akhir yang saya dengar, mereka mendapatkan untung dan levelnya sudah triliunan rupiah,” ujar Bambang. 

Kisah sukses skema pengelolaan MRT dengan konsep TOD yang dikembangkan di Hong Kong, menurut Bambang patut dipertimbangkan sebagai model karena kita juga ingin nanti ada dampak ekonomi dari keberadaan MRT. Jadi MRT bukan hanya sekadar alat transportasi tapi juga sebagai sarana mendorong perekonomian Jakarta untuk lebih meningkat lagi. Untuk bisa menjalankan model TOD yang benar, ada baiknya MRT Jakarta juga belajar dari pengeloaan MRT di  Hong Kong. Untuk itu, Bambang berharap MRT Jakarta mulai mengeksplorasi kemungkinan pengembangan TOD  di sepanjang wilayah yang akan dilewati oleh MRT. Kita mulai dulu dari fase I, nanti kita lanjutkan ke fase MRT penghubung Barat-Timur. “Tapi yang paling penting, di fase I ini kita sudah mulai punya konsep TOD untuk MRT Jakarta,” tutur Bambang.

Bambang menjelaskan untuk pembagunan MRT fase II, Utara-Selatan, akan melanjutkan pinjaman dari pemerintah Jepang dengan skema persis seperti fase I. Sementara untuk Fase Barat-Timur, merupakan tahap pengembangan berikutnya. Saat ini pemerintah masih akan melihat berbagai opsi pendanaan dan teknologi yang terbaik. “Jadi, kita ingin mengawinkan pendanaan dan teknologi terbaik, baik dari aspek kualitas MRT-nya, maupun juga dari segi pendanaannya,” pungkas Menteri Bambang.