Terapkan Protokol Masyarakat Produktif Dan Aman Covid-19, Bappenas Dorong Contactless Dan Cashless Society

JAKARTA – Kementerian PPN/Bappenas merumuskan Protokol Masyarakat Produktif dan Aman Covid-19 menuju normal baru, hidup berdampingan dengan Covid-19. Berdasarkan pengalaman keberhasilan negara lain dalam menangani pandemi Covid-19, prasyarat utama yang diperlukan untuk menjamin produktivitas dan keamanan masyarakat adalah: 1) penggunaan data dan keilmuan sebagai dasar pengambilan keputusan untuk pengurangan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB); 2) pengurangan PSBB dilakukan melalui beberapa tahapan dan zona; 3) Penerapan protokol kesehatan yang ketat melalui disiplin dan pengawasan oleh aparat; dan 4) Review pelaksanaan pengurangan PSBB yang dapat menimbulkan efek jera sehingga dimungkinkan adanya pemberlakuan kembali PSBB secara ketat apabila masyarakat tidak disiplin dalam beraktivitas. Prasyarat ini untuk menentukan kriteria langkah kesehatan dalam menentukan kebijakan pengurangan PSBB. 

“Kami paham kesulitan memberlakukan pembatasan sepenuhnya, sementara kita juga harus menjaga roda perekonomian tetap berjalan. Ekonomi kita telah berusaha bertahan selama pandemi ini. Pertumbuhan ekonomi kuartal I 2020 hanya 2,97 persen. Untuk itu, kita perlu memasuki Normal Baru, setidaknya sampai vaksin dan obat Covid-19 tersedia atau kasus Covid-19 dapat ditekan menjadi sangat kecil. Protokol kesehatan juga harus diterapkan dengan disiplin yang ketat dalam setiap kegiatan sehari-hari. Saat ini, Indonesia memegang teguh tiga kriteria yang direkomendasikan WHO dalam membuat keputusan pengurangan PSBB. Ketiga kriteria ini tidak independen, tetapi saling terkait dan harus diperhitungkan secara bersamaan,” jelas Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa dalam Press Briefing bersama Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito, Kamis (28/5), di Istana Negara.

Kriteria pertama adalah epidemiologi, yaitu Angka Reproduksi Efektif (Rt) menunjukkan rata-rata jumlah orang yang terinfeksi oleh satu orang yang terinfeksi. Ketika Rt = 2,5 berarti satu orang yang terinfeksi dapat menularkan virus ke 2-3 orang lainnya. Diharapkan Rt < 1 selama dua minggu berturut-turut, artinya, bukan berarti virus sudah hilang, tetapi penyebaran virus sudah dapat dikendalikan. Kementerian PPN/Bappenas telah menghitung Rt untuk provinsi, kabupaten, dan kota di Indonesia dengan menggunakan metodologi penghitungan standar internasional. Metode ini juga telah diadopsi Amerika Serikat dan 54 negara bagiannya serta Inggris dan Jerman. Rt juga sangat dipengaruhi physical distancing. Studi di Inggris yang berjudul “Quantifying the Impact of Physical Distance Measures on the Transmission of Covid-19 in the UK” menemukan pengurangan 74 persen kontak harian rata-rata dapat mengurangi Rt dari angka 2,6 ke 0,62.

Kriteria kedua adalah Sistem Kesehatan, yaitu rasio jumlah tempat tidur rumah sakit untuk perawatan Covid-19 dibandingkan kasus covid-19 yang memerlukan perawatan > 1,2. Sistem kesehatan mencakup tenaga kesehatan, peralatan, dan tempat tidur, mampu menangani peningkatan kasus Covid-19 ≥ 20 persen dari kapasitas saat ini. Misalnya rata-rata jumlah kasus baru harian adalah 100, maka paling sedikit 120 tempat tidur rumah sakit yang dibutuhkan untuk pasien Covid-19. Selain itu, direkomendasikan juga menyediakan IGD dan ruang isolasi, APD, serta petugas medis yang cukup.

Kriteria ketiga adalah surveilans, artinya jumlah tes per 1 juta penduduk ≥ 3.500. Jumlah total tes lab harus dilaporkan setiap hari dan threshold masing-masing provinsi berbeda. “WHO merekomendasikan untuk melakukan tes mingguan 1 orang dari setiap 1.000 orang per minggu. Berarti Indonesia perlu menerapkan 270 ribu tes Covid-19 per minggu. Meski begitu, jumlah tes yang diperlukan dapat dirasionalisasi dengan kondisi dan kebutuhan kita. Sebagai contoh, Jakarta telah melakukan 132 ribu tes, berarti 50 persen dari tes yang diperlukan telah dilaksanakan. Namun, Indonesia harus melakukan lebih banyak tes dengan meningkatkan kapasitas laboratorium dan kesadaran masyarakat untuk tes mandiri,” ujar Menteri Suharso.

Sesuai ketiga kriteria tersebut, beberapa daerah yang telah memenuhi kriteria dapat melakukan pengurangan PSBB. Namun demikian, penerapan protokol kesehatan Covid-19 sebagai Normal Baru harus tetap diterapkan secara ketat. Pemantauan pelaksanaan protokol harus dilakukan secara rutin dan evaluasi terhadap dampak kebijakan juga dilakukan. Jika kemudian kasus kembali meningkat, maka pelaksanaan PSBB dapat diterapkan kembali. “Kami yakin pengendalian virus membutuhkan disiplin tinggi dalam menerapkan protokol kesehatan Covid-19. Pengendalian virus tidak akan berhasil tanpa dukungan kuat dari komunitas dan masyarakat secara keseluruhan dalam kegiatan sehari-hari mereka,” jelas beliau.

Normal baru berarti protokol kesehatan Covid-19 harus diterapkan secara ketat. Manajemen dan pihak berwenang di tempat ramai harus memastikan fasilitas mencuci tangan memadai, meminimalkan interaksi fisik (physical distancing), menghindari kerumunan, pelaporan kasus secara mandiri, serta kontrol sosial. Di sisi lain, monitoring rutin Rt juga wajib dilakukan untuk memantau penyebaran virus dalam meninjau kebijakan pengurangan PSBB. Dalam konteks ini, Kementerian PPN/Bappenas telah mengembangkan Dashboard Nasional Menuju Normal Baru di covid.bappenas.go.id untuk provinsi dan kabupaten di Indonesia, yang akan diperbaharui secara harian untuk memantau perkembangan kasus sehingga dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi berkala terkait efektivitas pelaksanaan kebijakan Covid-19.

“Tantangan selanjutnya adalah mendorong contactless society dan cashless society untuk mempercepat pengendalian virus di Indonesia. Negara lain telah melakukan langkah ini, misalnya di Korea Selatan teknologi digital dan robot banyak digunakan untuk mengurangi kontak dengan orang. Sementara di Jepang, pemerintahnya telah merilis 10 langkah untuk mengurangi kontak sosial, seperti mendorong belanja online, memakai masker, serta bekerja dari rumah kecuali untuk layanan dasar,” pungkas Menteri Suharso.