Enam Megatrend Global Yang Penting Dicermati

JAKARTA – Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang P.S. Brodjonegoro memaparkan megatrend global pada acara FGD Industri Pilihan dalam Kerangka Strategi Industrialisasi Indonesia 2045, Selasa (13/12), di Hotel Sheraton, Bandung.

Pertama, megatrend demografi. Ditandai dengan semakin tingginya migrasi antar negara (borderless society), dan peningkatan proporsi penduduk usia lanjut. Dalam 30 tahun ke depan, pertumbuhan penduduk dunia diperkirakan melambat. “Hal ini membawa konsekuensi pada penyesuaian sektor produksi untuk menjawab kebutuhan hidup masyarakat dengan life span yang semakin panjang,” jelas Menteri Bambang.

Kedua, megatrend urbanisasi. Pada 2050, PBB memperkirakan sekitar 65 persen penduduk dunia akan tinggal di perkotaan dengan 95 persen pertambahannya terjadi di emerging economies. “Konsekuensinya, peranan perkotaan dalam pembangunan semakin penting, sebagai ruang bagi berkembangnya eksternalitas positif dari aglomerasi industri dan tenaga kerja terlatih,” kata beliau.

Ketiga, megatrend perdagangan internasional. Kawasan Asia Pasifik diyakini tetap mampu menjadi poros perdagangan dan investasi dunia. Namun dengan adanya Trump effects diperkirakan akan mendorong keseimbangan baru, termasuk dalam konsep peningkatan global production network. Antisipasi industri nasional terhadap dampak dari perubahan ini dapat diupayakan melalui penguatan kerja sama internasional serta perdagangan dan investasi dalam kawasan.

Keempat,  megatrend kemunculan kelas menengah di emerging market economies (EMEs) di kawasan Asia dan Amerika Latin. Secara ekonomi, kelas menengah akan menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi karena meningkatnya pendapatan per kapita akan mendorong pengeluaran serta meningkatkan tabungan dan investasi.

“Khusus Indonesia, penduduk yang tergolong consuming class pada 2015 adalah sebanyak 45 juta, dan akan terus meningkat sehingga pada 2045 mencapai 258 juta orang atau 80 persen dari penduduk Indonesia. Untuk itu, kemampuan menguasai pasar domestik sangat penting, dengan melihat industri apa yang diperlukan untuk 258 juta consuming class Indonesia,” jelas beliau.

Kelima,  megatrend dalam persaingan sumber daya alam (SDA) dan geostrategis. Persaingan memperebutkan SDA ke depan akan tetap tinggi seiring dengan bertambahnya penduduk dunia, meningkatnya kegiatan ekonomi, serta perubahan gaya hidup. “Kondisi ini membawa konsekuensi bahwa pengembangan industri nasional diarahkan untuk menjaga dan mengelola SDA dengan  inovasi dan teknologi,” ujar beliau.

Keenam, revolusi industri yang ke depan akan memasukan fase Industry 4.0. “Pada fase ini, internet of things atau otomatisasi dan penerapan teknologi yang bertumpu pada internet dan pertukaran data (big data) akan menjadi tren manufaktur yang memungkinkan adanya proses yang lebih efisien dalam proses manufaktur (smart factory) dan pengelolaan value chain,” jelas beliau.

Dengan mencermati megatrend global tersebut, diharapkan Indonesia dapat menjadi developed country dengan sektor industri sebagai penggerak utama ekonominya.

“Indonesia mampu keluar dari middle income trap atau menjadi negara maju pada 2034 dengan PDB per kapita USD13.000, dan terus meningkat hingga mencapai USD 29.000 pada 2045. Untuk itu, ekonomi Indonesia perlu tumbuh dengan laju rata-rata 6,4 persen dalam periode 2017-2045, dan diharapkan kontribusi PDB sektor industri manufaktur terus meningkat mencapai 32 persen di tahun 2045,” pungkas beliau.