Diskusi Kebijakan “Keberlanjutan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan: Perkembangan dan Tindak Lanjut yang Diperlukan”

JAKARTA – Kementerian PPN/Bappenas melalui Kedeputian Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan mengadakan diskusi kebijakan dengan tema “Keberlanjutan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan: Perkembangan dan Tindak Lanjut yang Diperlukan” yang diselenggarakan di Ruang Utama 2, pada Selasa (4/4).

Acara dibuka oleh Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Rahma Iryanti. Dalam sambutannya, beliau menyampaikan pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) di Bidang Ketenagakerjaan (Jamsosbidnaker) saat ini memerlukan peninjauan ulang, terutama terkait peraturan untuk menjaga keberlanjutan program. Penyesuaian-penyesuian ini perlu dilakukan agar dapat memenuhi kebutuhan dasar pekerja dalam hal proteksi sosial tanpa mengabaikan keberlanjutan pelaksanaan program Jamsosbidnaker dalam jangka panjang, menengah dan pendek.

“Undang-undang SJSN diberlakukan tahun 2004 yaitu untuk memenuhi kewajiban konstitusional, kepesertaan semesta, untuk memberikan perlindungan dari kemiskinan, menyatukan program-program yang tersegmentasi, menyediakan manfaat dengan iuran yang adil dan terjangkau, meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, dan pertumbuhan inklusif yang mendukung pengembangan kesempatan kerja dan mobilitas pasar tenaga kerja, termasuk memobilisasi pertumbuhan ekonomi secara nasional,” tutur Deputi Rahma.

Selain itu, UU SJSN mengamanatkan bahwa manfaat program Jaminan Hari Tua (JHT) dibayarkan kepada peserta atau penerima manfaatnya secara sekaligus saat peserta mencapai usia pensiun, mengalami cacat total tetap atau meninggal dunia, dengan porsi manfaat yang dapat diambil setelah kepesertaan selama 10 tahun untuk tujuan persiapan pensiun dengan batasan tertentu.

Ada beberapa opsi yang dapat dipertimbangkan dalam peninjuan ulang atas desain program Jaminan Hari Tua (JHT), misalnya dengan merancang ulang program JHT untuk memenuhi kebutuhan pendapatan pekerja pada saat berhenti bekerja tanpa mengorbankan kebutuhan likuiditas keuangan saat mereka mencapai usia pensiun, harmonisasi peraturan program JHT dengan peraturan yang mengatur program lain yang memberikan manfaat kepada pekerja, serta penawaran manfaat tambahan perumahan yang mulai dikaitkan dengan Jamsosbidnaker.

“Perlu dilakukan harmonisasi peraturan Jamsosbidnaker dengan rancangan peraturan pelaksanaan UU Tapera agar tujuan pemenuhan kebutuhan rumah terjangkau bagi pekerja tetap terpenuhi. Selain harmonisai peraturan, diperlukan mekanisme pengawasan dan evaluasi (monev) yang efektif agar cakupan semesta bagi pekerja bisa tercapai dan keberlanjutan pelaksanaan program Jamsosbidnaker dapat dijaga,” jelas Deputi Rahma.

Mengingat jumlah dana jaminan sosial yang akan terakumulasi cukup besar di masa yang akan datang, sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk membangun ekosistem untuk menjaga keberlanjutan SJSN, diperlukan Peta Jalan Pencegahan, Pendeteksian dan Penindak Kesalahan, Kecurangan dan Korupsi (P3K3) untuk SJSN dengan mengadopsi tata kelola yang baik program jaminan sosial.

“Tak kalah penting, mengingat karakteristik pekerja dan geografis Indonesia, penerapan SJSN perlu didukung perbaikan sistem berbasis teknologi yang dapat diupayakan oleh semua pihak yang terlobat di dalam implementasi SJSN, terutama BPJS, untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi rakyat Indonesia, hari ini dan di masa yang akan datang,” tutup Deputi Rahma.

Hadir beberapa narasumber, yaitu: (1) Deputi Bidang Penanggulangan Kemiskinan dan Perlindungan Sosial Kementerian Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, TB. A. Choesni; (2) Direktur Jenderal PHI dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan, Haiyani Rumondang; (3) Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional, Sigit Priohutomo; (4) Direktur Renstra dan IT BPJS Ketenagakerjaan, Sumarjono; dan (5) Plt. Direktur Pengawasan Dana Pensiun dan BPJS Ketenagakerjaan OJK, Asep Suwondo. Selanjutnya, sesi diskusi dimoderatori oleh Dinna Wisnu dari Universitas Atmajaya.