Bappenas Teken Nota Kesepahaman Bersama tentang Sinergi Pendayagunaan Dana Sosial Keagamaan dengan Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi

JAKARTA – Kementerian PPN/Bappenas melakukan penandatanganan Nota Kesepahaman Bersama dengan Lembaga Majelis Ulama Indonesia (MUI), Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dan Badan Wakaf Indonesia (BWI) tentang Sinergi Pendayagunaan Harta Wakaf Zakat, Infak, Sedekah dan Dana Sosial Keagamaan Lainnya dengan Program Pemerintah dalam Penyediaan Layanan Air Minum dan Sanitasi untuk Masyarakat, pada Selasa (10/1) di Ruang Rapat SG-4 Bappenas.

Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang P. S. Brodjonegoro mengapresiasi inisiatif MUI bersama dengan Baznas dan BWI dalam upaya sinerginya untuk percepatan penyediaan layanan dasar bagi masyarakat, salah satunya yaitu penyediaan air minum dan sanitasi. Bentuk dukungan tersebut telah dituangkan dalam bentuk Fatwa MUI nomor 001/MUNAS-IX/MUI/2015 tentang Pendayagunaan Harta Zakat, Infak, Sedekah dan Wakaf untuk Pembangunan Sarana Air Bersih dan Sanitasi bagi Masyarakat.

Dalam sambutannya, Menteri Bambang menyebutkan bahwa Indonesia tengah berupaya mengejar pencapaian tujuan dalam Sustainable Development Goals (SDGS) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) yaitu Zero Poverty. Hal ini erat kaitannya dengan pengurangan kemiskinan yang salah satunya dapat dicapai melalui penyediaan akses layanan dasar bagi masyarakat.

“Tanpa ketersediaan air bersih dan sanitasi, sulit untuk menciptakan masyarakat sehat. Kesulitan akses air bersih ini menyebabkan banyak anak mengalami stunting. Untuk itu perlu mencegah stunting melalui penyediaan akses luas terhadap air bersih dan sanitasi. Kami mengapresiasi MUI yang telah mengeluarkan fatwa pemanfaatan dana sosial keagamaan untuk menunjang program penyediaan air bersih dan sanitasi sehingga dapat mendukung kesejahteraan masyarakat luas. Inisiatif ini dapat mempercepat pengurangan kemiskinan di Indonesia untuk mencapai target Zero Poverty pada 2030,” jelas Menteri Bambang.

Salah satu kebutuhan dasar bangsa Indonesia yang belum dapat dipenuhi adalah akses terhadap air minum dan sanitasi. Sebagai anggota G-20, Indonesia masih berjuang untuk meraih posisi sepuluh besar dalam peringkat negara dengan akses sanitasi terbaik. Terkait dengan kondisi tersebut, amanat yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 adalah tersedianya akses air minum dan sanitasi yang layak bagi seluruh lapisan masyarakat (Universal Access). Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2015, capaian akses air minum di Indonesia mencapai 70,97 persen dan sanitasi mencapai 62,14 persen. Dalam rangka mewujudkan Universal Access pada 2019 mendatang, dibutuhkan dukungan kuat dari berbagai elemen bangsa.

Hadir menandatangani Nota Kesepahaman Bersama tersebut, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH. Muhyidin Junaidi, Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Bambang Sudibjo, dan Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI), Slamet Riyanto. Muhyidin menyebutkan, MUI memiliki networking kuat hingga ke tataran kabupaten/kota, desa-desa hingga perkampungan dan akan dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mensukseskan program tersebut.

“Dengan networking luas ini, kami berkomitmen untuk melaksanakan kesepakatan-kesepakatan ini di lapangan terkait penyediaan air bersih dan sanitasi. Sekali mengeluarkan Fatwa, kami akan bertanggung jawab menjalankannya,” ujar Muhyidin.

Selain mendukung penyediaan layanan dasar bagi masyarakat, fatwa yang dikeluarkan MUI ini juga menegaskan perlunya perubahan perilaku masyarakat dalam penggunaan air menjadi lebih efisien. Hal ini masih menjadi tantangan pembangunan air minum dan sanitasi saat ini. Adapun program pemerintah dalam penyediaan layanan air minum dan sanitasi ini terutama akan dilaksanakan di wilayah Indonesia yang memiliki tingkat stunting tinggi.