Bappenas Luncurkan Blue Economy Development Framework For Indonesias Economic Transformation

Dalam rangka pemulihan dan transformasi ekonomi pasca pandemi Covid-19, Indonesia perlu memiliki pendekatan baru dan mencari sumber pertumbuhan ekonomi baru yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Blue Economy adalah salah satu jawabannya, dengan potensi ekonomi yang perlu dioptimalkan, mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan dengan 65 persen total luas negara Indonesia berupa laut.

Pernyataan Bersama Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa dengan Menteri Lingkungan dan Iklim Swedia Per Bolund dan Menteri Infrastruktur Swedia Thomas Eneroth yang ditandatangani pada Senin (25/10) di Stockholm, Swedia, menyatakan komitmen kerja sama dalam mengembangkan Blue Economy di Indonesia.

Komitmen tersebut berlanjut dalam Pekan Kemitraan Keberlanjutan Swedia-Indonesia 2021 pada Kamis (25/11) melalui peluncuran Buku Blue Economy Development Framework for Indonesia’s Economic Transformation atau Kerangka Pembangunan Ekonomi Biru untuk Transformasi Ekonomi di Indonesia. “Buku ini disusun Kementerian PPN/Bappenas bersama Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) sebagai acuan pemangku kepentingan dalam mendefinisikan ekonomi biru sebagai mesin baru pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berkelanjutan dan inklusif. Potensi Blue Economy diperkirakan mencapai USD 1,33 miliar dan mampu menyerap 45 juta lapangan kerja,” ujar Menteri Suharso.

Kerangka Pembangunan Ekonomi Biru ini merupakan penjabaran dari amanat Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Indonesia (RPJPN) 2005-2025, khususnya mewujudkan Indonesia sebagai negara kepulauan yang berdaulat, maju, dan tangguh melalui pelaksanaan pembangunan berkelanjutan, serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Indonesia (RPJMN) 2020-2024 yang menekankan pentingnya pengelolaan kelautan dengan baik untuk mencapai agenda pembangunan berkelanjutan.

Kerangka Pembangunan Ekonomi Biru juga mendukung inisiatif global dalam pencapaian Agenda 2030 on Sustainability Development Goals, khususnya Tujuan 14: Melestarikan dan Memanfaatkan Secara Berkelanjutan Sumber Daya Kelautan dan Samudra untuk Pembangunan Berkelanjutan serta mendukung Tujuan 7: Akses Energi yang Terjangkau, Berkelanjutan dan Modern untuk Semua, Tujuan 8: Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan, Kesempatan Kerja yang Produktif dan Menyeluruh, serta Pekerjaan yang Layak untuk Semua, Tujuan 9: Infrastruktur, Industri Inklusif dan Berkelanjutan, serta Inovasi, dan Tujuan 17: Kemitraan Global untuk Pembangunan Berkelanjutan.

 

 

 

“Kerangka Pembangunan Ekonomi Biru diarahkan untuk mengoptimalkan modalitas yang dimiliki Indonesia sebagai negara kepulauan dengan keanekaragaman sumber daya kelautan, dan posisi Indonesia yang strategis secara politik dan ekonomi di kawasan,” urai Menteri Suharso. Pengelolaan sumber daya dan ekosistem kelautan juga diarahkan untuk dapat mengatasi tantangan degradasi pesisir dan sumber daya alam, perubahan iklim, dan polusi laut, serta kerentanan sosial ekonomi masyarakat pesisir yang terdampak perubahan kondisi ekosistem laut dan pesisir. Pengembangan ekonomi biru juga diharapkan dapat memperluas pemanfaatan peluang pengembangan aktivitas ekonomi bernilai tambah tinggi, seperti pariwisata berkualitas, pengembangan energi terbarukan, ekonomi sirkular, dan industri pengolahan berbasis sumber daya kelautan.

Manfaat dari pengembangan ekonomi biru adalah kelestarian keanekaragaman hayati laut dan ekosistem laut dan pesisir, serta mata pencaharian yang berkelanjutan, utamanya bagi masyarakat pesisir. Indonesia memiliki potensi besar untuk menjalankan pemulihan biru pasca pandemi Covid-19 (Blue Recovery) dan mendorong transisi dari upaya ekstraktif menjadi penciptaan nilai tambah dan produktivitas. Ekonomi biru juga merupakan ruang untuk menciptakan inovasi dan kreativitas baru, baik pada sektor yang sudah ada maupun yang sedang berkembang, sehingga ekonomi biru dapat menjadi penggerak peningkatan kesejahteraan yang inklusif. Transisi Indonesia ke ekonomi biru juga diharapkan menjadi model pengembangan industri berbasis kelautan yang berkelanjutan yang mengurangi ketergantungan ekonomi pada sektor ekstraktif.

Penyusunan Kerangka Pembangunan Ekonomi Biru ini menerapkan pendekatan yang terintegrasi dan komprehensif, mengingat ekonomi biru ini meliputi berbagai sektor dan lintas pelaku. Oleh sebab itu, pengembangan ekonomi biru membutuhkan sinergi antar aktor dan sektor untuk dapat menangani beberapa peluang dan tantangan dalam mencapai keseimbangan antara konservasi dan pemanfaatan sumber daya laut dan pesisir untuk menciptakan kesejahteraan yang lebih berkelanjutan dan inklusif.

Upaya Kementerian PPN/Bappenas dalam penyusunan Kerangka Pembangunan Ekonomi Biru untuk Transformasi Ekonomi Indonesia ini mendapat dukungan dari OECD, serta Pemerintah Swedia. “Kolaborasi ini akan dilanjutkan dalam perumusan Peta Jalan Pembangunan Ekonomi Biru untuk Indonesia, dan kemudian menjadi salah satu agenda pembahasan Development Working Group di G20 mendatang,” tutup Menteri Suharso.