Terapkan Forest City, Ibu Kota Negara Pertahankan Ruang Terbuka Hijau dan Tekan Environmental Footprint

JAKARTA – Untuk membahas pentingnya aspek lingkungan hidup dalam rencana pembangunan IKN, Kementerian PPN/Bappenas menyelenggarakan Dialog Nasional VI Pemindahan Ibu kota Negara: “Menuju Ibu Kota Negara Lestari dan Berkelanjutan” pada Selasa (11/2), di Ruang Djunaedi Hadisumarto 1-5, Gedung Saleh Afiff, Kementerian PPN/Bappenas.y Selain berperan sebagai wadah pelibatan publik dalam mewujudkan IKN yang inklusif, lestari dan berkelanjutan serta mampu mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih luas, dialog ini juga bertujuan untuk menyampaikan hasil Rapid Assessment IKN serta menjaring masukan dari berbagai pihak sehingga menjadi masukan untuk penyempurnaan KLHS sekaligus masukan untuk Masterplan IKN.

“Belum ada Ibu Kota Negara yang dipindah dari pulau ke pulau lain, kecuali di Indonesia. Ini yang pertama kali, karena itu, hampir seluruh mata dunia ke Indonesia, apakah Indonesia mampu untuk memindahkan ibu kotanya, apakah hal-hal yang berkaitan dengan environmental friendly dan low carbon development masuk di dalamnya. Banyak sekali hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan hidup yang menjadi bagian utama dan bahkan menjadi mainstream dalam menyusun masterplan dan detailed plan untuk IKN.  Terima kasih sekali sudah hadir di sini dan memberikan masukan kepada kami. IKN yang akan datang akan canggih untuk masa depan, menggunakan energi baru dan terbarukan, juga ramah lingkungan. Tentu kita tidak akan membuat kota ini menjadi gap untuk kota lainnya, tetapi menjadi trendsetter untuk kota lainnya, semoga bisa zero cabron development, juga bisa tersedia co-working space agar orang bisa bekerja dengan gaya yang baru,” ujar Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa. 

Pemerintah Indonesia merencanakan pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan Timur, tepatnya di Kabupaten Kutai Kertanegara dan Kabupaten Penajam Paser Utara. Luas wilayah IKN direncanakan sebesar 256.142,74 ha, dengan kawasan inti kota sebesar 56.180,87 ha dan pusat pemerintahan sebesar 5.644 ha. Penentuan luas kawasan IKN ini mempertimbangkan One River One Management, keterpaduan hulu-hilir dan karakter Daerah Aliran Sungai (DAS), serta batas Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto yang akan dikembangkan dan dikelola secara terpadu menjadi kawasan penyangga sekaligus menjadi kawasan konservasi keanekaragaman hayati.

“Dengan konsep living with nature, kita ingin memastikan bagaimana penerapan Forest City di Ibu Kota Negara. Penerapan Forest City untuk mengurangi environmental footprint dengan Ruang Terbuka Hijau. Paling tidak 50 persen di daerah 56.000 ha itu yang seperti Manhattan kecil itu, 50 persennya tetap Ruang Terbuka Hijau. Tapi kalau di 256.000 ha, kita harapkan 70-75 persen tetap Ruang Terbuka Hijau karena Bukit Suharto tidak boleh diganggu. Kita ingin kembalikan fungsinya. Di dalam daerah Ibu Kota Negara banyak sungai-sungai, nah ini yang akan kita jaga, kita akan menerapkan One River One Management,“ jelas Deputi Bidang Pengembangan Regional Kementerian PPN/Bappenas Rudy Prawiradinata.

Visi IKN ‘Smart, Green, Beautiful, dan Sustainable’ diterjemahkan melalui pengembangan kota yang berdampingan dengan alam melalui konsep forest city serta smart and intelligent city. Melalui visi ini, IKN diharapkan dapat menjadi kota yang mengedepankan inklusi sosial dan modern, dengan tetap memperhatikan kelestarian dan keberlanjutan lingkungan. Konsep ini merupakan pilihan terbaik, mengingat calon lokasi IKN berada di Pulau Kalimantan yang memiliki karakter hutan hujan tropis dan berbagai ecological constraint. Salah satu bentuk transformasi dari konsep ini yaitu penekanan proporsi pola ruang 50 persen untuk Ruang Terbuka Hijau yang juga akan mengedepankan peningkatan kualitas ekosistem serta perlindungan dan konservasi khususnya area-area yang memiliki Nilai Konservasi Tinggi (NKT). “Harus betul-betul bisa memastikan sustainability kota ini dalam lingkungannya bisa terjaga. Kalau pun ada industri yang dikembangkan adalah yang clean. Di periphery Balikpapan dan Samarinda, sektor ekonomi akan kita kembangkan,” jelas Deputi Rudy.

Untuk memastikan aspek lingkungan sudah dipertimbangkan dalam pembangunan IKN, pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melakukan Rapid Assessment Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) terhadap rencana pemindahan IKN pada 2019. Rapid Assessment menghasilkan rekomendasi enviromental safeguard pemanfaatan ruang, rekomendasi prinsip forest city sesuai arahan penerapan elemen smart city untuk keberlanjutan, usulan kebijakan dukungan keberlanjutan (sustainability enabler policy), serta peta jalan pemulihan dan perbaikan lingkungan Pada 2020, Kementerian PPN/Bappenas akan melengkapi proses kajian yang sudah dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui penyusunan KLHS untuk Rencana Induk Pembangunan Kawasan IKN atau disebut sebagai Masterplan IKN. Penyusunan KLHS Masterplan IKN akan dilakukan terintegrasi dengan penyusunan Masterplan IKN, dan menjadi rekomendasi penyusunan Masterplan, sehingga mengakomodasi visi ‘Smart, Green, Beautiful, dan Sustainable. “KLHS IKN ini kita gunakan sebagai referensi. Kita juga melakukan paralel dengan pra-masterplan. Di dalam masterplan, akan kita dalami dan akan dilakukan KLHS yang lebih mendalam. Ke depannya, akan kita detailkan lebih lanjut,” jelas beliau.

Analisis KLHS komprehensif ini meliputi: 1) kapasitas daya dukung SDA dan daya tampung lingkungan hidup; 2) perkiraan dampak dan risiko lingkungan hidup; 3) kinerja layanan atau jasa ekosistem; 4) tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim; 5) potensi keanekaragaman hayati wilayah lokasi IKN; dan 6) tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati wilayah lokasi IKN. Penyusunan KLHS dilaksanakan dengan pendekatan partisipatif dengan melibatkan secara aktif berbagai pihak terkait di tingkat nasional maupun daerah. “Daya dukung kota ini tidak jauh dari perkiraan kita. Kita perkirakan penduduk kota 1,5 juta dan ternyata daya dukung untuk 56.000 ha itu adalah maksimum 2 juta, ini yang akan kita jaga kalau kita mau kota itu tetap ramah lingkungan dan sustainable,” jelas Deputi Rudy.

Turut hadir menjadi narasumber dalam Dialog Nasional tersebut, yakni Staf Ahli Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam Laksmi Wijayati, dan beberapa pembahas lainnya, antara lain Bagas Pujilaksono dari Universitas Gajah Mada, Zenzi Suhadi dari WALHI, Irdika Mansur dari SEAMEO BIOTROP, Paulus Matius dari Universitas Mulawarman, serta Bambang Hero Saharjo dari Institut Pertanian Bogor. “Penerapan elemen smart city untuk pengelolaan lingkungan pada Ibu Kota Negara akan diterapkan dengan metode monitoring dan tracking yang tepat, sehingga dapat meminimalisir kerusakan lingkungan yang terjadi akibat pembangunan yang dilakukan,” jelas Staf Ahli Laksmi Wijayati.